KUBET – UMKM Terkendala Laporan Keberlanjutan, dari Bimbingan hingga Regulasi

 Global Reporting Initiative (GRI) Program Manager Asean, Lany Harijanti, menjelaskan soal laporan keberlanjutan dalam Lestari Forum, Kamis (8/5/2025).

Lihat Foto

UMKM) di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam menyusun laporan keberlanjutan (sustainability report). Mulai dari regulasi yang belum jelas hingga kurangnya pendampingan, semua itu menghambat langkah UMKM untuk menerapkan praktik bisnis berkelanjutan.

Menurut Program Manager ASEAN Global Reporting Initiative (GRI), Lany Harijanti, tantangan utama saat ini adalah belum ada kebijakan yang mewajibkan UMKM membuat laporan keberlanjutan.

“Di Indonesia sendiri untuk sustainability reporting tidak ada yang mengatur, yang diatur hanya untuk perusahaan terbuka dan perusahaan jasa keuangan. Jadi kalau UMKM in general enggak ada yang mengatur,” ungkap Lany dalam Lestari Forum di Menara Kompas, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

Berbeda dengan Indonesia, UMKM di negara-negara ASEAN lain seperti Filipina dan Singapura sudah mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Filipina aktif menyosialisasikan pentingnya sustainability report, sementara Singapura bahkan menyediakan dana hibah besar untuk membantu UMKM menjalankan praktik keberlanjutan.

Dengan minimnya dukungan, tak heran jika kesadaran pelaku UMKM terhadap isu keberlanjutan masih rendah.

Lany menyebut, rendahnya kesadaran juga dipengaruhi keterbatasan sumber daya, kurangnya informasi, dan persepsi bahwa regulasi terlalu rumit.

“Biasanya merasa regulasinya sangat kompleks sehingga mereka tidak mengerjakan itu. Dari yang kami survei, 69 persen belum pernah (pelatihan). Jadi para pelaku UMKM itu banyak yang enggak tahu bahwa ada training sustainability,” jelas dia.

Untuk mendorong adopsi keberlanjutan, ASEAN Capital Market Forum telah merilis panduan ESG (Environmental, Social, Governance) yang membagi UMKM ke dalam tiga level kematangan: dasar, menengah, dan lanjutan. Panduan ini dirancang agar mudah diakses dan diterapkan secara bertahap oleh pelaku usaha.

Sebagai upaya mendukung UMKM global, termasuk di Indonesia, GRI juga telah menyediakan panduan pelatihan keberlanjutan dalam berbagai bahasa agar mudah dipahami dan diterapkan oleh pelaku usaha kecil dan menengah.

Lany menilai, pembuatan laporan keberlanjutan bagi UMKM semakin penting karena permintaan dari pasar internasional makin tinggi. Tak hanya dari Eropa, negara seperti India dan China kini mewajibkan perusahaan mereka melakukan audit rantai pasok—termasuk terhadap mitra bisnis dari luar negeri seperti UMKM Indonesia.

“Tidak usah menunggu Eropa, sebentar lagi kita akan diminta oleh perusahaan dari China. Kalau jualan di India, sebentar lagi kita diminta oleh perusahaan dari India,” tutur Lany.