KUBET – Misi Hijau Dama Kara, Membuat Batik Inklusif dan Ramah Lingkungan

batik yang saat ini didominasi oleh orang-orang tua.
Hal ini didasari fakta yang dilihatnya di lapangan, di mana ia menjumpai para pengrajin batik kebanyakan sudah lanjut usia.
Sementara itu, saat ditemui di tokonya di Kota Bandung dalam acara Media Trip DSC Season 16 bertajuk “Eksplorasi Langsung Wirausaha Lokal Inspiratif di Bandung”, pada Senin (2/6/2025), Dini menyebut bahwa batik tetap menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, meski kerap kali hanya dikenakan dalam acara-acara formal.
“Dari situ, timbul keinginan dari kami untuk meregenerasi pengrajin batik dan membuat batik menjadi inklusif,” ujar Dini.
Lebih lanjut, ia mengatakan ingin mendorong anak muda untuk tidak hanya tertarik menjadi pengrajin batik, tetapi juga merasa nyaman mengenakan batik tanpa khawatir diledek seolah-olah hendak menghadiri acara pernikahan.
“Kalau mau meregenerasi pengrajin batik, berarti pasarnya harus dinaikkan dong. Kalau batik masih menjadi eksklusif, nggak akan meningkatkan pasarnya, nggak akan ada juga kenaikkan permintaan,” tegasnya.
Untuk itu, Dama Kara menghadirkan batik dengan motif yang lebih santai, sehingga cocok digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti ke kantor atau nongkrong.
“Kami membuat batik dengan motif yang unik dan sederhana, sehingga cocok untuk digunakan dalam berbagai kegiatan,” kata Dini.
Melihat tren batik printing yang makin marak, Dama Kara memilih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional. Mereka menggunakan teknik cap tradisional serta teknik ikat, jumput, bordir, dan jahit jelujur pada koleksi lainnya, dengan merangkul para pengrajin dan penjahit rumahan.
Namun meski demikian, Dini mengakui tantangan utama dalam produksi batik adalah dampaknya terhadap lingkungan, terutama pencemaran air akibat limbah.
Untuk menjawab tantangan itu, Dama Kara bekerja sama dengan produsen batik rumahan yang telah menggunakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
“Kebetulan kakak saya orang Solo, jadi kami bekerja sama dengan kakak saya untuk terhubung dengan industri batik rumahan yang sudah menggunakan IPAL,” katanya.
Ia menambahkan, sebagai kota produsen batik, Solo telah mendapatkan dukungan pemerintah dalam penerapan IPAL, sehingga limbah produksi batik tidak mencemari lingkungan.
“Oleh sebab itu, kami bisa memastikan bahwa limbah batik dari Dama Kara telah dikelola dengan baik dan tidak berdampak buruk pada lingkungan sekitar,” ujarnya.
Selain memikirkan dalam dari proses pewarnaan batik agar tidak mencemari lingkungan, Dama Kara juga memikirkan limbah dari sisa potongan kain dalam proses produksi. Sisa kain tersebut didaur ulang menjadi berbagai produk fungsional.
“Ada yang kami jadikan dekorasi toko, jadi nggak terbuang gitu aja. Ada juga yang dijadikan aksesoris kecil seperti tatakan mug, dan ada yang kami manfaatkan untuk hiasan pada produk-produk sandal kami,” ungkap Dini.
Menurutnya, usaha seharusnya bukan hanya tentang mencari keuntungan, tetapi juga memberikan manfaat bagi sesama dan lingkungan. Salah satunya dengan mengelola limbah produksi secara bertanggung jawab.