KUBET – Kurangi Plastik Virgin, Unilever Bikin Inovasi Kemasan Reuse

Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia, Maya Tamimi, mengklaim bahwa sepanjang 2024, pihaknya telah mengurangi 7.400 ton plastik virgin serta memakai 3.200 ton plastik daur ulang.
“Kami berinovasi dengan membuat produk yang wadahnya bisa digunakan ulang atau di-refill, untuk mengurangi plastik,” katanya.
Agar upaya itu sukses, perusahaan merancang model untuk melibatkan masyarakat dalam pengurangan sampah plastik.
Unilever membuka sejumlah outlet reuse dan refill di toko yang berdekatan dengan bank sampah untuk memancing warga. Menurut Maya, mereka yang biasa datang ke bank sampah lebih siap mengonsumsi produk dengan menghasilkan seminimal mungkin sampah.
Dalam operasionalnya, Unilever menggandeng Alner di wilayah Jakarta, AMS (Azzahra Multi Solusindo) di Jakarta, Tangerang, dan Bogor, serta Lohjinawi Logistic di Surabaya. Hingga 2024, tercatat 1.500 outlet telah tersebar di wilayah-wilayah tersebut.
Produk yang dijual melalui sistem refill antara lain sabun cuci baju, sabun cuci piring, dan sabun pembersih lantai dengan penjualannya sejauh ini 330.000 liter.
“Kalau kita konversi dari menggunakan kemasan multi-layer ukuran medium, kita sudah mengurangi penggunaan plastik sebanyak 23 ton,” jelas Maya.
Maya mengatakan bahwa aspek lingkungan bukan satu-satunya perhatian dalam program ini. Standar kesehatan dan keselamatan juga jadi prioritas, terutama karena pengisian ulang tidak dilakukan di lingkungan yang sepenuhnya terkontrol.
Pasca konsumsi pun jadi perhatian. Maya menjelaskan pentingnya membangun sistem pengumpulan limbah dari kemasan refill.
“Kami bekerja sama dengan bank-bank sampah, TPS yang menerapkan 3R, dan pengepul barang bekas. Dengan seperti ini, bukan hanya memudahkan masyarakat melakukan daur ulang, tetapi juga memudahkan kami mengelola limbah dari produk kami sendiri,” ujar Maya.
Saat ini, Unilever telah menjalin kemitraan dengan 4.000 titik pengumpulan limbah. Hasilnya, sepanjang 2024, sekitar 39.000 ton sampah plastik berhasil dikumpulkan untuk didaur ulang.
Maya mengatakan, dari sisi produsen, perlu regulasi Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas, yang kuat dan diterapkan secara merata.
“Pemerintah sudah menerbitkan aturannya enam tahun lalu, namun masih sedikit sekali perusahaan yang berpartisipasi,” kata Maya.
Oleh sebab itu, ia mendorong agar implementasi EPR dilakukan bersama-sama oleh semua pemangku kepentingan dari hulu ke hilir.
Ia juga menyoroti perlunya keseragaman standar antara industri pusat dan daerah, serta insentif bagi produsen yang sudah menjalankan prinsip sirkularitas.
“Penting juga untuk ada insentif bagi produsen yang telah melakukan sirkularitas, sehingga bisa mendorong lebih cepat terjadinya inovasi yang mengurangi penggunaan plastik pada produk-produk produsen,” tambahnya.
Maya juga menekankan pentingnya sistem pelacakan yang transparan.
“Kita butuh sistem transparansi data yang kuat untuk melacak sampah kemasan dan tanggung jawab produsen. Ini akan membantu mendorong produsen agar lebih bertanggung jawab pada limbah yang dihasilkannya,” tutup Maya.